Wednesday, 15 January 2014

Binge eating disorder, Bulimia, Anoreksia nervosa



Gangguan pola makan pun rentan terjadi pada wanita. Ini disebabkan karena faktor psikologis dan biologis keterlibatan sistem dan zat tertentu dalam otak.
Obsesi untuk selalu tampil prima merupakan impian setiap orang, misalnya remaja putri yang selalu ingin berpenampilan langsing, atau seorang atlit selalu ingin menang dalam bertanding. Obsesi semacam itu sering menimbulkan gangguan perilaku makanan seperti :
1.  Binge eatingdisorder.

            Mereka yang mengalami gangguan ini cenderung makan lebih banyak dan  cepat daripada orang normal. Sayangnya, apa yang mereka konsumsi tak akan nyaman di perut. Artinya mereka hanya lapar mata--makan dalam jumlah banyak meskipun tak lapar-- sehingga mereka cenderung makan sembunyi-sembunyi. Namun usai makan, umumnya mereka merasa bersalah dan berujung pada depresi pada diri sendiri.

            Karakter individu yang rentan akan binge eating adalah orang yang impulsif (tidak berpikir sebelum bertindak), memiliki kontrol diri rendah, serta memiliki pemikiran obsesif mengenai makanan. Cara pendeteksiannya dengan melihat berat badan yang cenderung berfluktuasi, moody atau hilangnya minat makan seketika, serta merasa tak puas dengan bentuk tubuh.

2. Bulimia

            Kondisi ini hampir sama dengan binge eating. Perbedaannya kalau binge eating belum tentu bumilia. Namun kalau bulimia sudah pasti mengalami binge eating. Mereka yang menderita ini umumnya banyak dipicu oleh suasana hati negatif, seperti mengkritik diri sendiri soal berat dan bentuk tubuh, serta memiliki masalah emosional atau fokus kontrol diri kacau.

            Bulimia juga memiliki kecenderungan memuntahkan makanan kembali dengan merogoh mulut menggunakan jari tangan. Dapat pula menggunakan obat-obatan (pencahar) dan tindakan ini disebut dengan purging. Selain itu, tindakan non-purging dengan berpuasa dan olahraga berlebihan.

            "Hampir 90 persen orang melakukan purging karena dianggap sebagai jalur tercepat mengeluarkan kembali makanan yang masuk," kata Psikolog Tara de Thouars, saat ditemui di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.

            Mereka yang rentan terhadap bulimia adalah memiliki kecenderungan impulsif, suasana hati yang tak stabil atau mudah merasa bosan, serta memiliki masalah personal--merasa penampilan adalah segalanya untuk meningkatkan harga diri--.

Cara mendeteksi seseorang yang mengalami bulimia dapat dilihat dari dua faktor, yaitu:
             Perilaku:
· Usai makan sering kali pergi ke kamar mandi.
· Merasa bersalah dan malu setelah makan.
· Olahraga berlebihan.
· Depresi dan rendah diri.
· Cenderung menyembunyikan makanan atau saat makan.
· Kontrol diri rendah (lepas kontrol saat makan)
· Terobesi akan penampilan tubuh.
             Fisik :
· Sering terjadi perubahan pada berat badan.
· Otot melemah dan mudah capai.
· Mengalami keluhan sakit di bagian perut.
· Konstipasi dapat pula diare.
· Menstruasi tak teratur.
· Pembengkakan pada pipi dan leher.
· Sakit tenggorokan.
· Gigi terlihat terkikis.
· Wajah terlihat merah.

3. Anoreksia nervosa.

            Menurut Tara, ini merupakan gangguan makan yang dikategorikan pada perilaku diet atau olahraga berlebihan demi mengurangi berat badan. Anoreksia nervosa ini kebalikan dari bulimia, artinya ada penolakan dari dalam diri untuk mempertahankan berat badan normal (kontrol diri tinggi).

            Seseorang dengan anoreksia tak pernah merasa dirinya cukup langsing, terus melihat tubuhnya gemuk, meskipun telah berhasil menurunkan berat badan secara ekstrem. Hal ini dapat berujung pada ketidaktepatan menilai bentuk dan ukuran tubuh atau disebut dengan distorted body image.

            Jika Anda seorang yang selalu menuntut kesempurnaan, terutup, memiliki cara berpikir obsesif, terfokus pada kontrol diri, serta sangat peduli pada penilaian orang lain, bisa jadi Anda termasuk orang yang rentan pada anoreksia. Selain itu, anoreksia juga cenderung menjauhi cermin, karena dapat menimbulkan stres.

            Berikut adalah faktor risiko anoreksia.
1.      Sejarah keluarga.
Faktor genetik turut berkontribusi pada anoreksia. Ini berarti orang tua yang memiliki anoreksia kemungkinan akan menurunkannya pada anak-anaknya.

2.       Teman sebaya.
Teman sebaya turut berkontribusi terhadap terjadinya anoreksia. Tidak hanya teman sebaya, keluarga dekat maupun orang tua dapat pula memberikan kontribusi.
3.      Kepribadian.
Lekas marah, citra diri yang rendah, perfeksionisme, dan sifat obsesif adalah beberapa kepribadian yang sering ditemukan pada penderita anoreksia.
4.      Kemampuan menyesuaikan diri.
Orang yang tidak bisa menyesuaikan diri dengan berbagai perubahan dalam hidup atau yang sering mengalami gangguan emosional berpotensi lebih besar menderita anoreksia.
Selain itu, orang yang pernah dilecehkan secara seksual atau fisik memiliki kemungkinan lebih besar mengalami anoreksia.
5.      Konflik hubungan.
Banyak penderita anoreksia memiliki latar belakang hubungan yang tidak harmonis seperti perceraian dan konflik keluarga. Hal ini akan memicu masalah emosional yang rentan terhadap anoreksia.
6.      Usia remaja.
Masa remaja merupakan usia paling rentan seseorang mengalami anoreksia.
Tekanan teman sebaya, perubahan bentuk tubuh yang pesat, serta faktor kelabilan emosional membuat remaja lebih berisiko menderita anoreksia.
7.      Kondisi kesehatan lain.
Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD), depresi, kecemasan, dan kecanduan semua bisa membuka jalan bagi anoreksia.
            Berikut adalah tanda dan gejala fisik anoreksia
1.      Waspadai pakaian longgar atau yang melebihi ukuran.
Banyak penderita anoreksia menyembunyikan tanda-tanda fisik dengan cara menutupi tubuh mereka dengan pakaian longgar.
2.       Perhatikan setiap penurunan berat badan yang dramatis.
Banyak orang mengalami fluktuasi berat badan, tetapi penderita anoreksia umumnya mengalami perubahan drastis dan mendadak dalam berat badan mereka.
3.      Memantau kebiasaan diet.
Penderita anoreksia cenderung memilih makanan rendah kalori atau bebas lemak dan sering melewatkan waktu makan.
4.      Perubahan siklus menstruasi dan seksual.
Perempuan yang mengalami anoreksia mungkin akan terlambat tiga kali atau lebih dalam siklus menstruasi.
      Sedang laki-laki yang menderita anoreksia mungkin mengalami penurunan dorongan seksual.
5.      Olahraga berlebihan.
Salah satu tanda anoreksia adalah melakukan olahraga pada porsi ekstrim tanpa disertai asupan kalori yang memadai. Mereka berharap dengan olahraga keras berat badan ‘ideal’ akan segera dapat dicapai.
6.      Periksa tanda-tanda fisik.
Kulit kuning, kuku kering, rambut rontok, dan memar adalah beberapa dari tanda-tanda fisik anoreksia.
 Perilaku:
1.      Makan dengan porsi yang sangat sedikit bahkan cenderung menolak makanan.
2.      Sering merasa tak lapar.
3.       Menghindari lemak, gula, dan daging.
4.       Merasa gemuk setelah makan meski makan dengan porsi kecil.
5.       Merasa gemuk meski kurus.
6.       Menghindar dari teman bahkan keluarga.
7.       Rendah diri dan depresi.
8.       Mengutamakan kesempurnaan.
9.       Kebiasaan makan yang tak normal.


Cara Mencegah. 
            Tanamkan pada diri sendiri bahwa makan dan olahraga adalah hal yang sangat penting, untuk menjaga kesehatan, bukan untuk memiliki tubuh sempurna. Anoreksia mudah menyerang remaja, terutama perempuan. Jika mulai merasa gemuk, perhatikanlah asupan makanan, jangan mengurangi makan secara ekstrim. Hindari terobsesi menjadi sekurus model atau selangsing Barbie. Mereka tidak sesempurna yang dibayangkan, kok.
Pengobatan
            Bila sudah mengidap anoreksia, pengobatannya harus melalui bantuan rumah sakit. Pihak medis akan membantu penderita mengembalikan berat badannya kembali ke normal. Caranya dengan memberikan makanan melalui infus. Setelah berat badannya normal, psikolog akan memainkan peran memberikan psikoterapi pada penderita

            Gangguan perilaku makan baik anorexia nervosa maupun bulimia nervosa, mengakibatkan hal-hal seperti berikut :
1.      Defisiensi nutrisi dan anemia.
2.      Berkurangnya massa otot dan menurunnya fungsi otot.
3.       Cadangan glikogen menurun.
4.      Depresi.
5.      Toleransi terhadap udara dingin menurun.
6.      Menyebabkan amenoria sehingga menurunkan densitas tulang dan berakibat osteoporosis.
7.      Pada pria menurunkan hormon testosteron.
8.      Defisiensi mineral dan elektrolit sehingga dapat mengganggu fungsi jantung dan saluran cerna seperti sembelit dan kembung.

            Gangguan perilaku makan seperti ini bisa diobati. pengobatan disesuaikan dengan tahap gangguan yang dialami penderita. ada beberapa tahapan, gangguan tahap awal dan gangguan tahap komplikasi berat. 

1.      Gangguan tahap awal :
Pengobatan atau pencegahan dapat dilakukan melalui pendidikan gizi serta pengobatan medik, dietik dan psikologik.
2.      Gangguan komplikasi berat :
Pada pasien yang mengalami gangguan perilaku makan yang berat sampai terjadi usaha bunuh diri perlu dilakukan perawatan, meliputi menghilangkan faktor dietik yang dapat memicu makan banyak dan lahap, mengupayakan pola makan yang normal, dan mengubah sikap abnormal tentang makanan, berat badan dan diet.
Para penderita gangguan perilaku makan perlu mendapatkan penyuluhan (konseling) secara sungguh-sungguh untuk mengembalikan kepercayaan dirinya sehingga dapat kembali pada keadaan normal. Untuk melakukan konseling, hal-hal berikut perlu diperhatikan :
1.      Kenali tanda gangguan secara cermat.
2.      Kemukakan bahwa anda menaruh perhatian untuk membantu permasalahan penderita secara hati-hati.
3.      Jangan membicarakan berat badan dan kebiasaan makan secara langsung kepada penderita.
4.       Hibur secara lembut bahwa seharusnya penderita tidak bersikap sepereti itu.
5.       dukung dan dengarkan keluhan dengan simpatik.
6.      Batasi harapan anda/jangan menentukan target untuk segera dapat menyembuhkan penderita.
7.       Akui bahwa cara makan anda juga bermasalah.
8.      Sabar, sadari bahwa penyembuhan masalah tersebut berat dan butuh waktu lama.

silabus peasorkes




Silabus adalah rencana pembelajaran pada suatu atau kelompok mata pelajaran atau tema tertentu yang mencakup standar kompetensi, kompetensi dasar, materi pokok atau pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian, penilaian, alokasi waktu dan sumber belajar. Ada juga pengertian silabus menurut (Yulaelawati,2004:123), merupakan seperangkat rencana serta pengaturan pelaksanaan pembelajara danpenilaian yang disusun secara sitematis memuat komponen-komponen yang salingberkaitan untuk mencapai penguasaan kompetensi dasar.
Berkenaan dengan komponen silabus, slabus mempunyai beberapa komponen yaitu :
1.      Standar Kompetensi
2.      Kompetensi dasar
3.      Kegiatan pembelajaran
4.      Materi pokok
5.      Indikator
6.      Penilaian
7.      Alokasi waktu
8.      Bahan atau alat serta media
Ada pun manfaat Silabus  ini adalah sebagai berikut :
1.      Pedoman bagi pengembangan pembelajaran lebih lanjut
2.      Pembuatan rencana satuan pembelajaran
3.      Pengelolaan kegiatan pembelajaran
4.      Penyediaan sumber belajar
5.      Pengembangan sistem penilaian

B.     Prinsip Pengembangan Silabus
Pada dasarnya pengembanagan silabus ini mempunyai landasan yang tlah di atur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 17 ayat (2) dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 20.
Setelah landasan untuk pengembanagan silabus ini muncul maka tumbuh  beberapa prinsip penembangannya, prinsip tersebut adalah ilmiah, sistematis, relevansi, konsistensi, memadai, actual dan kontekstual, fleksibel, menyeluruh
1.      Ilmiah, yang artinya bahwa materi pembelajaran yang diberikan dalam silabus harus memenuhi kebenaran secara ilmiah.
2.      Sistematis, yang berarti silabus di anggap sebagai ilabus dianggap sebagai suatu system sesuai konsep dan prinsip system, penyusunan silabus dilakukan secara sistematis, sejalan dengan pendekatansystem atau langkah-langkah pemecahan masalah.
3.      Relevansi, Konsitensi, dan Kecakupan, yang berarti dalam penyusunan silabus diharapkan adanya kesesuaian, keterkaitan, konsitensi dan kecakupan antara standar kompetensi, kompetnsi dasar, materi pokok, pengalaman belajar, system penilaian dan sumber bahan (DepDIknas,2004:11).
4.      Konsisten, Adanya hubungan yang konsisten (ajeg, taat asas) antara kompetensi dasar, indikator, materi pokok/ pembelajaran, kegiatan pembelajaran, sumber belajar, dan sistem penilaian.
5.      Memadai, Cakupan indikator, materi pokok/ pembelajaran, kegiatan pembelajaran, sumber belajar, dan sistem penilaian cukup untuk menunjang pencapaian kompetensi dasar
6.      actual dan kontekstual, Cakupan indikator, materi pokok/ pembelajaran, kegiatan pembelajaran, sumber belajar, dan sistem penilaian memperhatikan perkembangan ilmu, teknologi, dan seni mutakhir dalam kehidupan nyata, dan peristiwa yang terjadi.
7.      Fleksibel, Keseluruhan komponen silabus dapat mengakomodasi keragaman peserta didik, pendidik, serta dinamika perubahan yang terjadi di sekolah dan tuntutan masyarakat.
8.      Menyeluruh, Komponen silabus mencakup keseluruhan ranah kompetensi (kognitif, afektif, psikomotor).

C.     Langkah-Langkah Pengembangan Silabus
Pengembangan silabus tidak terlepas dari langkah langkah atau tahapan dalam pengembangan nya, disini ada beberapa langkah dalam pengembangan silabus, antara lain : Mengkaji Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar, Menentukan Sumber Belajar, Mengembangkan Kegiatan Pembelajaran, Merumuskan Indikator Pencapaian Kompetensi, Penentuan Jenis Penilaian, Menentukan Alokasi Waktu, Mengidentifikasi Materi Pokok/Pembelajaran

1.      Mengkaji Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar
Mengkaji standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran sebagaimana tercantum pada Standar Isi, dengan memperhatikan hal-hal berikut:
a.       urutan berdasarkan hierarki konsep disiplin ilmu atau tingkat kesulitan materi, tidak harus selalu sesuai dengan urutan yang ada di SI;
b.      keterkaitan antara standar kompetensi dan kompetensi dasar dalam mata pelajaran;
c.       keterkaitan antara standar kompetensi dan kompetensi dasar antarmata pelajaran.
2.      Mengidentifikasi Materi Pokok/Pembelajaran
Mengidentifikasi materi pokok/pembelajaran yang menunjang pencapaian kompetensi dasar dengan mempertimbangkan:
a.       potensi peserta didik;
b.      relevansi dengan karakteristik daerah,
c.       tingkat perkembangan fisik, intelektual, emosional, sosial, dan spritual peserta didik;
d.      kebermanfaatan bagi peserta didik;
e.       struktur keilmuan;
f.       aktualitas, kedalaman, dan keluasan materi pembelajaran;
g.      relevansi dengan kebutuhan peserta didik dan tuntutan lingkungan; dan
h.      alokasi waktu.

3.      Mengembangkan Kegiatan Pembelajaran
Kegiatan pembelajaran dirancang untuk memberikan pengalaman belajar yang melibatkan proses mental dan fisik melalui interaksi antarpeserta didik, peserta didik dengan guru, lingkungan, dan sumber belajar lainnya dalam rangka pencapaian kompetensi dasar. Pengalaman belajar yang dimaksud dapat terwujud melalui penggunaan pendekatan pembelajaran yang bervariasi dan berpusat pada peserta didik. Pengalaman belajar memuat kecakapan hidup yang perlu dikuasai peserta didik.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam mengembangkan kegiatan pembelajaran adalah sebagai berikut.
a.       Kegiatan pembelajaran disusun untuk memberikan bantuan kepada para pendidik, khususnya guru, agar dapat melaksanakan proses pembelajaran secara profesional.
b.      Kegiatan pembelajaran memuat rangkaian kegiatan yang harus dilakukan oleh peserta didik secara berurutan untuk mencapai kompetensi dasar.
c.       Penentuan urutan kegiatan pembelajaran harus sesuai dengan hierarki konsep materi pembelajaran.
d.      Rumusan pernyataan dalam kegiatan pembelajaran minimal mengandung dua unsur penciri yang mencerminkan pengelolaan pengalaman belajar siswa, yaitu kegiatan siswa dan materi.
4.      Merumuskan Indikator Pencapaian Kompetensi
Indikator merupakan penanda pencapaian kompetensi dasar yang ditandai oleh perubahan perilaku yang dapat diukur yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan.
Indikator dikembangkan sesuai dengan karakteristik peserta didik, mata pelajaran, satuan pendidikan, potensi daerah dan dirumuskan dalam kata kerja operasional yang terukur dan/atau dapat diobservasi. Indikator digunakan sebagai dasar untuk menyusun alat penilaian.
5.      Penentuan Jenis Penilaian
Penilaian pencapaian kompetensi dasar peserta didik dilakukan berdasarkan indikator. Penilaian dilakukan dengan menggunakan tes dan non tes dalam bentuk tertulis maupun lisan, pengamatan kinerja, pengukuran sikap, penilaian hasil karya berupa tugas, proyek dan/atau produk, penggunaan portofolio, dan penilaian diri.
Penilaian merupakan serangkaian kegiatan untuk memperoleh, menganalisis, dan menafsirkan data tentang proses dan hasil belajar peserta didik yang dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan, sehingga menjadi informasi yang bermakna dalam pengambilan keputusan.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penilaian:
a.       Penilaian diarahkan untuk mengukur pencapaian kompetensi.
b.      Penilaian menggunakan acuan kriteria; yaitu berdasarkan apa yang bisa dilakukan peserta didik setelah mengikuti proses pembelajaran, dan bukan untuk menentukan posisi seseorang terhadap kelompoknya.
c.       Sistem yang direncanakan adalah sistem penilaian yang berkelanjutan. Berkelanjutan dalam arti semua indikator ditagih, kemudian hasilnya dianalisis untuk menentukan kompetensi dasar yang telah dimiliki dan yang belum, serta untuk mengetahui kesulitan peserta didik.
d.      Hasil penilaian dianalisis untuk menentukan tindak lanjut. Tindak lanjut berupa perbaikan proses pembelajaran berikutnya, program remedi bagi peserta didik yang pencapaian kompetensinya di bawah kriteria ketuntasan, dan program pengayaan bagi peserta didik yang telah memenuhi kriteria ketuntasan.
e.       Sistem penilaian harus disesuaikan dengan pengalaman belajar yang ditempuh dalam proses pembelajaran. Misalnya, jika pembelajaran menggunakan pendekatan tugas observasi lapangan maka evaluasi harus diberikan baik pada proses (keterampilan proses) misalnya teknik wawancara, maupun produk/hasil melakukan observasi lapangan yang berupa informasi yang dibutuhkan.
6.      Menentukan Alokasi Waktu
Penentuan alokasi waktu pada setiap kompetensi dasar didasarkan pada jumlah minggu efektif dan alokasi waktu mata pelajaran per minggu dengan mempertimbangkan jumlah kompetensi dasar, keluasan, kedalaman, tingkat kesulitan, dan tingkat kepentingan kompetensi dasar. Alokasi waktu yang dicantumkan dalam silabus merupakan perkiraan waktu rerata untuk menguasai kompetensi dasar yang dibutuhkan oleh peserta didik yang beragam.
7.      Menentukan Sumber Belajar
Sumber belajar adalah rujukan, objek dan/atau bahan yang digunakan untuk kegiatan pembelajaran, yang berupa media cetak dan elektronik, narasumber, serta lingkungan fisik, alam, sosial, dan budaya. Penentuan sumber belajar didasarkan pada standar kompetensi dan kompetensi dasar serta materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi.

D.    Pengembangan Silabus Berkelanjutan
Dalam implementasinya, silabus dijabarkan menjadi rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), dilaksanakan, dievaluasi, dan ditindaklanjuti oleh masing-masing guru. Silabus harus dikaji dan dikembangkan secara berkelanjutan dengan memperhatikan data evaluasi hasil belajar, evaluasi proses (pelaksanaan pembelajaran), dan evaluasi rencana pembelajaran.